Sabtu, 22 Januari 2011

Telanjang


Tetapi di sisi lain kita menjumpai adanya orang-orang yang kelihatannya seolah-olah tidak terpengaruh dengan keadaan. Bagaimana mungkin bisa seperti itu? Bisa jadi orang-orang tersebut adalah orang-orang yang pasrah, sadar bahwa apapun yang mereka lakukan tetap tidak akan mengubah keadaan. Bisa jadi juga mereka adalah orang-orang yang percaya bahwa Tuhan sanggup memelihara mereka dalam keadaan yang memburuk sekalipun. Tetapi bisa jadi juga, mereka adalah orang-orang yang memiliki standar hidup dasar yang tidak berubah. Apa maksudnya?
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub  1:20-21) 
Kenaikan harga BBM yang kemudian diikuti dengan naiknya ongkos transportasi yang berdampak juga pada naiknya harga barang telah mengusik kenyamanan banyak orang. Orang yang tadinya hidup dalm keadaan cukup, sekarang hidup sederhana. Yang tadinya hidup sederhana sekarang pas-pasan bahkan kekurangan. Yang tadinya kekurangan menjadi makin miskin. Akhirnya rasa terusik itu dilampiaskan dalam bentuk demonstrasi yang menuntut pemerintah menurunkan harga.
Tetapi di sisi lain kita menjumpai adanya orang-orang yang kelihatannya seolah-olah tidak terpengaruh dengan keadaan. Bagaimana mungkin bisa seperti itu? Bisa jadi orang-orang tersebut adalah orang-orang yang pasrah, sadar bahwa apapun yang mereka lakukan tetap tidak akan mengubah keadaan. Bisa jadi juga mereka adalah orang-orang yang percaya bahwa Tuhan sanggup memelihara mereka dalam keadaan yang memburuk sekalipun. Tetapi bisa jadi juga, mereka adalah orang-orang yang memiliki standar hidup dasar yang tidak berubah. Apa maksudnya?
Seorang pengusaha yang tadinya sukses luar biasa harus menghadapi kenyataan bahwa perusahaannya bangkrut dan ia harus menjalani hidup sederhana. Tetapi pengusaha ini tetap tenang, tetap aktif dalam kegiatan gerejawi, tertawa dan bergurau seperti biasanya. Ketika ditanya mengapa ia tidak stress, ia menjawab dengan serius, “Saya mulai dari bawah, dari sepetak kamar kontrakan. Kalau saya sampai harus kehilangan semua yang saya miliki, itu bukan masalah bagi saya. Saya dapat mulai lagi dari sepetak kamar kontrakan. Saya dapat menjadi sopir, bahkan berjualan di pinggir jalanpun bukan masalah.” Standar hidup dasar dari eks pengusaha ini adalah “sepetak kamar kontrakan”. Itulah yang membuat ia tidak terganggu sama sekali dengan keadaannya sekarang.
Hidup manusia pada kedua ujungnya, lahir dan mati, adalah telanjang. Itulah standar hidup yang paling mendasar; telanjang atau ketidakpunyaan. Sekalipun dalam hidup yang dijalani mungkin kita akan memiliki banyak hal secara melimpah, keadaan sekeliling kita janganlah dijadikan penentu standar hidup kita. Jangan sampai pencapaian kita justru menguasai bahkan mengikat diri kita, sehingga ketika apa yang kita miliki itu terenggut kita tidak bisa hidup dengan tenang, merasa malu, kehilangan harga diri dan stress.
Ayub menunjukkan kepada kita mengenai standar hidupnya yang tidak berubah. Ketika materi dan segala yang lain bertambah begitu luar biasa dan kemudian terenggut dengan tiba-tiba, semua itu tidak mengubah kenyataan “datang dan pergi dengan telanjang”. Status yang tiba-tiba berubah dari “orang terkaya di timur” menjadi “orang yang paling miskin” tidak membuat Ayub stress atau rendah diri.
Seandainya saja prinsip hidup dengan standar hidup dasar Ayub juga menjadi prinsip hidup kita, pasti kita akan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap hilangnya kenyamanan hidup karena keadaan yang harus kita hadapi sekarang, karena memang sebenarnya kita tidak punya apa-apa. Dan sudah pasti hal itu akan membuat kita merasa kaya, karena memiliki sehelai baju saja sudah merupakan kemewahan bagi kita yang seharusnya “datang dan pergi dengan telanjang”. (stand’s, jkt/14/06/08)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar