Kamis, 06 Januari 2011

Penyertaan TUHAN disepanjang jalan

Renungan di awal tahun 2011

Lirik lagu yg pernah populer menyatakan: 
bersama Yesus lakukan perkara besar
bersama Yesus tidak ada yang sukar
bersama Yesus ada jalan keluar
untuk masalahku.....untuk masalahmu
untuk masalah kita semua

Kita mempercayai bahwa bersama Yesus 
kita dapat melakuk perkara-
perkara besar ,
tetapi masalahnya apakah bersama Yesus TIDAK ADA YANG SUKAR?
Penyertaan Tuhan Yesus banyak intepretasikan oleh banyak orang
kristen sebagai jaminan
hidup yang terbebas dari segala persoalan, seolah kita terus berjalan 
ditaman bunga dengan
aroma wangi dan indahnya burung berkicau, tak kerikil ,tak ada
badai...oh indah sekali?
Realitanya penyertaan Tuhan bukanlah seperti model yg kita 
rancangkan,
lalu bagaimana arti penyertaan Tuhan sesungguhnya ?

1.      Penyertaan TUHAN bukan berarti bahwa TUHAN menjamin hidup umatNya bebas dari persoalan.
Alkitab menceritakan kepada kita bahwa sejak bangsa Israel keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa TUHAN selalu menuntun umatNya, TUHAN menyertai umatNya.
Keluaran 13: 20-21:
TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu”  Jelas bahwa TUHAN menyertai mereka. 


Tidak ada orang yang meragukan hal ini. Tetapi apa yang terjadi dalam perjalanan mereka selanjutnya? Sejumlah besar persolan harus mereka hadapi.

      Di dekat Pi-di depan Baal-Zefon mereka sangat ketakutan dikejar bangsa Israel yang ada di belakang mereka dan di depan mereka Laut Teberau.
      Di Gurun Syur mereka berjalan tanpa mendapat air selama tiga hari.
      Di Gurun Sin mereka bersungut-sungut karena mereka mengalami kelaparan.
      Di Rafidim mereka mulai bertengkar dengan Musa karena mereka tidak mendapatkan air.
Sedangkan tiang awan dan tiang api masih ada di depan  mereka.
 Apakah sungguh TUHAN masih menyertai mereka?  Jika TUHAN masih menyertai mereka
mengapa mengapa pada faktanya mereka mengalami persoalan? Jika TUHAN tidak lagi
menyertai mereka mengapa tiang awan dan tiang api masih ada di depan mereka?
      Pertanyaan yang sama sering kali diajukan oleh banyak orang kristen khususnya pada saat mereka mengalami akumulasi persoalan yang luar biasa. Apakah TUHAN masih menyertaiku? Apakah TUHAN masih memimpin hidupku? Jika ya, mengapa persoalan hidup ini harus kuhadapi? Mengapa persoalan selalu datang silih berganti dalam hidupku? Dan mereka menjadi frustrasi dan bersungut-sungut kepada TUHAN.
      Jika kita mengerti dengan benar apa arti penyertaan TUHAN itu, maka kita tidak akan frustrasi dan bersungut-sungut kepada TUHAN, kita tidak akan menyalahkan TUHAN. Karena TUHAN memang tidak pernah berjanji bahwa hidup umatNya akan dihindari atau dibebaskan dari masalah.
      Hakekat hidup ini memang penuh dengan masalah, tapi masalah yang kita alami tidak harus membuat kita kehilangan iman dan berkata: “TUHAN dimana pimpinanMu?” Berbagai masalah boleh datang tetapi  banyak atau sedikitnya masalah tidak dapat menjadi ukuran bahwa TUHAN tidak menyertai kita. Penyertaan TUHAN bukan berarti hidup kita steril dari  masalah.
Kalau begitu apakah arti penyertaan TUHAN itu?

2.      Penyertaan TUHAN bukan berarti bahwa TUHAN menjamin hidup umatNya berkecukupan senantiasa
Lepas dari Laut Teberau mereka melakukan perjalanan yang panjang di padang gurun Syur. 
Di tengah-tengah panas matahari yang menyegat mereka harus terus berjalan. Pada mulanya
mereka begitu antusias.
Panas terik matahari yang menyengat badan mereka tidak mereka hiraukan; debu tebal  yang 
menerpa wajah dan mata mereka tidak mereka perdulikan. Mereka terus berjalan dengan
bersemangat. Mulut mereka penuh dengan nyanyian mengingat perbuatan TUHAN yang besar
yang membebaskan mereka dari cengkeraman bangsa Mesir.
      Pasal 15 dibuka dengan pernyataaan: “Pada waktu itu Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi TUHAN” dan ayat 21 “Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka: “Menyanyilah bagi TUHAN, sebab Ia tinggi dan luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkanNya ke dalam laut”.
      Tiga hari lamanya mereka telah berjalan di padang gurun Syur. Mereka mulai letih, lelah dan haus. Sementara itu persediaan air minum mereka makin menipis. Mereka mulai kuatir dan kuatir.
Mulut mereka tidak lagi bernyanyi; hati mereka tidak lagi bersukacita; mereka tidak lagi antusias. Mereka mulai frustrasi. Mereka terus berpikir mengapa TUHAN membiarkan mereka kehausan?
      Puncak kekecewaan mereka terjadi ketika mereka sampai ke Mara. Mereka melihat sebuah oase yang jernih. Dahaga mereka bangkit. Mereka berebut mengambil air itu dan meminumnya. Tetapi ternyata air itu pahit rasanya.


Ayat 24 berkata: “Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: “Apakah yang akan kami minum?”

      Tiang awan dan tiang api masih ada di depan mereka dan tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa TUHAN masih menyertai mereka,  tapi pada kenyataannya mereka mengalami masalah. Dan masalah mereka adalah masalah kebutuhan dasar: yang tidak dapat ditawar-tawar, yaitu:  minum.

      Bagaimana kita menafsir hal ini? Bukankah ini berarti bahwa penyertaan TUHAN tidak menjamin hidup umatNya selalu berkecukupan?
Kalau begitu apakah penyertaan TUHAN itu?

3. Penyertaan TUHAN berarti TUHAN hadir dan berfirman kepada umatNya.
      Sulit sekali bagi bangsa Israel untuk mengerti tentang penyertaan TUHAN. Kehidupan di Mesir selama lebih empat ratus tahun mempengaruhi gaya hidup dan cara pikir mereka. Mereka sulit memahami jalan TUHAN:
      Mengapa sementara tiang awan dan tiang api masih ada di depan mereka mereka tidak mendapat air untuk melepas dahaga mereka?
      Mengapa sementara tiang awan dan tiang api masih ada di depan mereka dan mereka mengalami kehausan yang luar biasa dan air yang mereka temui justru pahit?
      Mengapa di Mesir tanpa tiang awan dan tiang api mereka dapat menikmati makan dan minum yang cukup?
      Bagi mereka banyak yang tidak logis dan tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan pahami yang akhirnya membawa mereka pada puncak kefrustrasian pada waktu mereka menemui Mara, air yang pahit itu.
      Perasaan TUHAN tidak menolong mereka dari kesulitan mereka membuat frsustrasi mereka berubah menjadi sungut-sungut, dan rasa ingin meninggalkan TUHAN.
      Ketika mereka frustrasi Musa berdoa kepada TUHAN. TUHAN berkata lemparkan kayu itu ke dalam air, dan air itu menjadi manis.Lalu mereka minum sebanyak-banyaknya; mereka puas.
      Tapi bagi saya, bukan di situ letak penyertaan TUHAN. Letak penyertaan TUHAN bukan terletak pada waktu TUHAN merubah air pahit itu menjadi manis, karena mujizat itu dibuat TUHAN karena “paksaan”,  tetapi penyertaan TUHAN justru terletak setelah mereka minum air yang manis itu TUHAN berkata-kata kepada mereka. TUHAN menegur mereka, TUHAN memperingati mereka. TUHAN memberi ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturanNya kepada mereka agar mereka hidup benar di hadapanNya.
      Inilah penyertaan TUHAN yang jauh lebih bernilai dari sekedar materi yang kita punya atau tidak kita punya, dari hal-hal yang bersifat lahiriah.
Firman TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.
Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni,
membuat mata bercahaya.
Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya;
hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,
lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua;
dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.
Lagi pula hambaMu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar (Mazmur Daud 19: 8-12).
      Orang yang disertai oleh TUHAN selalu disertai oleh firmanNya. Entah firman TUHAN itu mendidik, menegur, menghajar atau menghibur dan mengkuatkannya.
      Apa artinya kita mengalami kekayaan yang luar biasa jika TUHAN tutup mulut kepada kita. Buat apa kita mencapai prestasi yang gilang gemilang jika TUHAN memalingkan mukanya dari pada kita? Itulah kesedihan dan kehancuran yang luar biasa dalam kehidupan kita. Tapi jika TUHAN masih mau menegur kita walalupun itu menyakitkan bersyukurlah.
      Tidak terbayangkan jika seandainya TUHAN tidak lagi mau berkata-kata kepada kita Ia Palingkan wajahNya daripada kita. Ia tidak lagi memperdulikan segala pikiran dan tindakan kita.
      Pada saat itu kita hanya bisa berpikir dengan pikiran kita; kita mengambil keputusan hanya dengan pertimbangan kita;  kita bertindak semata-mata atas dasar kehendak kita; kita menjadi penguasa dan hakim atas diri kita, sehingga kita tidak dapat lagi membedakan apakah kita benar atau salah.  Dan tanpa kita sadari tiba-tiba kita tergelincir dan jatuh. Betapa menakutkannya saat itu.
      Karena itu  Firman TUHAN itu sungguh-sungguh harta yang tidak ternilai. Disinlah kita harus bersandar.
      Firman TUHAN yang kita dengar dan kita pelajari tiap-tiap hari seharusnya mendatangkan iman dalam hati kita. Semakin kita mengenal TUHAN semakin kita beriman kepadaNya. Dan iman inilah yang modal satu-satunya ketika badai kehidupan melanda kita.
      Tahukah kita apakah yang dapat menjadi sandaran satu-satunya, sandaran terakhir yang dapat menopang seorang anak manusia ketika ia  mengalami krisis hidup? Harta kekayaan kitakah? Pendidikan kitakah? Reputasi kitakah? Prestasi kita? Relasi Kita?
Dan yang terakhir,

4. Penyertaan TUHAN berarti bahwa TUHAN menuntun umatNya pada jalan yang tidak salah dan tidak pernah salah.
      Ketika bangsa Israel dalam frustrasi yang hebat memang mereka bersungut-sungut kepada Musa. Tetapi sebenarnya mereka tahu persis bahwa yang membawa mereka keluar dari Mesir dengan perbuatan-perbuatan ajaib bukanlah Musa tetapi TUHAN sendiri. Dengan bersungut-sungut kepada Musa sebenarnya mereka sedang melancarkan protes kepada TUHAN.
      BIS menerjemahkan sungut-sungut dengan “mengomel”, artinya marah dengan mengeluarkan banyak kata-kata. Mereka terus berbicara dengan perasaan tidak senang. Mereka tidak senang dan menyesal mengikuti jalan TUHAN. Mereka tidak lagi bisa melihat kebaikan TUHAN dan mempercayaiNya.
      Praktisnya, sungut-sungut berarti: “Saya tidak senang dengan pimpinanMu. Engkau TUHAN tidak bijaksana. Jangan atur lagi hidup saya, sekarang saya akan mengatur diri saya sendiri!”. Inilah salah satu dosa yang dibenci TUHAN dari bangsa ini.
      Ketika manusia bersungut-sungut kepada TUHAN manusia menjadi picik dan tidak berpikir logis lagi. Mereka tidak dapat lagi melihat kasih TUHAN dan pertolongan TUHAN yang telah mereka terima di masa-masa yang lalu. Mereka memandang TUHAN dengan penuh curiga.
      Bangsa Israel tidak dapat lagi berpikir logis, ‘Jika TUHAN sudah menyelamatkan mereka dari kejaran Firaun melalui arus lautan yang terbelah, mungkinkah TUHAN membiarkan mereka mati kehausan beberapa hari kemudian?’ Tentu saja tidak!. Tetapi ketidak percayaan membuat mereka memandang segala sesuatu dari sisi gelap.
      Ayat 27 mengatakan: “Dan sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada 12 mata air dan 70 pohon korma”. Ayat ini pasti menyentak kita semua. Dan fakta ini seharusnya membuat orang Israel malu kepada TUHAN. Mengapa? Karena Elim letaknya hanya 7 mil dari tempat mereka bersungut-sungut.
      Seandainya mereka percaya bahwa bahwa TUHAN menuntun umatNya pada jalan yang tidak salah dan tidak pernah salah, maka pasti mereka tidak akan bersungut-sungut.
      Mereka pasti bisa bertahan di dalam kesulitan mereka. Mereka akan terus berjalan tanpa mengeluh karena mereka tahu di depan mereka ada Elim, suatu tempat yang disediakan TUHAN agar mereka melepaskan dahaga dan lelah mereka.

      Seandainya Yakub tahu sewaktu ia lari dari rumah bapaknya di kejar Esau bahwa suatu hari dengan penyertaan TUHAN ia akan kembali lagi kerumahnya dan berpelukan dengan Esau, maka pasti ia tidak akan sangat ketakutan pada saat itu.

      Seandainya Yosua  tahu bahwa dibawah kepemimpinannyalah TUHAN akan membawa bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian dan merebutnya satu-persatu, maka pasti ia tidak akan merasa gentar dan tawar hati.

      Seandainya Elia tahu bahwa pada akhirnya ia tidak akan mengalami kematian tetapi justru ia dibawa oleh TUHAN naik ke sorga, maka pasti ia tidak akan takut kepada Izebel dan frustrasi ingin mati.
      Seandainya Ayub tahu bahwa setelah penderitaan yang hebat itu ia akan dipulihkan oleh TUHAN, Ayub pasti tidak bersungut-sungut dan berpikir bodoh.
      Seandainya kita tahu bahwa TUHAN menuntun pada jalan yang tidak salah dan tidak pernah salah dan dengan iman  melihat Elim di depan sana, maka kita akan tetap bertahan dalam kesulitan hidup saat ini.

      Kita perlu mengunakan iman untuk menerobos kabut yang kelam yang menutupi hidup kita kini, dan melihat ada TUHAN di sana, di masa depan kita dan sekarang Ia pun sedang memimpin kita.
      Memang kadang kala kehadiran dan penyertaan TUHAN itu begitu nyata dalam hidup kita, tetapi kadang-kadang, di waktu lain,
      ketika persoalan berat datang kepada kita,
      ketika rentetan musibah menimpa keluarga kita, ketika kegagalan terus akrab dengan kita,
      ketika segalanya sulit dimengerti termasuk jalan yang TUHAN buat bagi kita,
      yang harus kita lakukan hanya satu PERCAYALAH, Ia mengasihi kita. Jangan menuduh TUHAN, jangan bersungut-sungut kepada TUHAN.
by Haris Subagiyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar